Malam harinya, sebelum pemberian gelar tersebut, penulis (Gus Dur)
berkunjung ke rumah Prof. Mitsuo Nakamura, seorang ahli
gerakan
Islam di Indonesia, yang tinggal di Ito City (sekitar dua
jam berkendaraan mobil dari kota Tokyo). Sebuah pertanyaan
beliau
menunjuk dengan tepat problematika yang dihadapi penulis:
“Anda memisahkan ideologi agama dari kehidupan negara.
Mengapakah sekarang Anda justru membawa agama dalam kehidupan
bernegara?” tanyanya. Mendengar pertanyaan tersebut,
badan yang terasa kecapaian
akibat berkendaraan mobil ke Ito
City selama dua jam itu, hilang seketika. Inilah yang penulis cari
selama beberapa tahun ini, tetapi tidak pernah dirumuskannya
dalam bentuk pertanyaan seperti itu.
Penulis memberi jawaban, bahwa yang terjadi (dan terus
terang saja, dikembangkan penulis di Indonesia melalui PKB), adalah penolakan terhadap langkanya moralitas dalam kehidupan
politik kita dewasa ini. Jadi dengan demikian, kalau dalam
masyarakat sekuler di Barat ada moralitas non-agama dalam kehidupan
politik, di negara-negara berkembang yang belum memiliki
tradisi yang mapan, moralitas ditegakkan melalui dasardasar
agama. Dalam pandangan penulis, ukuran-ukuran ideologis-
agama tetap tidak memperoleh
tempat dalam kehidupan
bernegara, karena sifatnya yang sesisi dan hanya khusus untuk
kepentingan para pemeluk agama tersebut. Di sinilah terletak
perbedaan antara moralitas
dan ideologi, walaupun sama-sama
berasal dari wahyu yang satu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar