Rasulullah Muhammad SAWtelah mengutus ‘Abdullah ibn Hudaifah untuk mengirimkan surat tersebut kepada pembesar Bahrain. Setelah tugas di Islam dilakukan sesuai dengan pesan dan diterima oleh pembesar Bahrain, kemudian pembesar Bahrain tersebut memberikan surat kepada Kisra. Setelah membaca surat dari Nabi Muhammad SAW, Kisra menolak dan bahkan merobek-
robek surat Nabi Muhammad SAW. Menurut riwayat bin al-Musayyab —setelah peristiwa tersebut sampai kepada Rasulullah SAW— kemudian Rasulullah bersabda:
“Siapa saja yang telah merobek-robek surat saya, akan dirobek-robek (diri dan kerajaan) orang itu” (al-Asqalani. Fath al-Bari, hal. 127-128). Tidak lama kemudian, Kerajaan Persia dilanda kekacauan dan berbagai pembunuhan yang dilakukan oleh keluarga dekat raja. Hingga setelah terjadi bunuh-membunuh dalam rangka suksesi kepemimpinan, diangkatlah seorang perempuan yang bernama Buwaran binti Syairawaih bin Kisra (cucu Kisra yang pernah dikirimi surat Nabi) sebagai ratu (Kisra) di Persia. Hal tersebut karena ayah Buwaran meninggal dunia dan anak laki-lakinya (saudara Buwaran) telah mati terbunuh. Karenanya, Buwaran kemudian dinobatkan menjadi ratu. Peristiwa tersebut terekam dalam sejarah terjadi pada tahun 9 H. (lihat juga: Abu Falah ‘Abd al-Hayy bin al-’Imad al-Hanbali, Syazarat al-Zahab Fi Akhbar man Zahab, Beirut: Dar al-Fikr, 1979, Jilid. I, hal. 13).
Selain itu, dari sisi sejarah sosial bangsa tersebut dapat diungkap bahwa menurut tradisi masyarakat yang berlangsung di Persia masa itu, jabatan kepala negara (raja) biasanya dipegang oleh kaum laki-laki. Sedang yang terjadi pada tahun 9 H. tersebut menyalahi tradisi itu, sebab yang diangkat sebagai raja adalah seorang perempuan. Pada waktu itu, derajat kaum perempuan di mata masyarakat berada di bawah derajat kaum lelaki. Perempuan sama sekali tidak dipercaya untuk ikut serta mengurus kepentingan masyarakat umum, terlebih lagi dalam masalah kenegaraan. Keadaan seperti ini tidak hanya terjadi di Persia saja, tetapi juga di seluruh Jazirah Arab. Dalam kondisi kerajaan
Persia dan keadaan sosial seperti itulah, wajar Nabi Muhammad SAW yang memiliki kearifan tinggi, melontarkan hadis bahwa bangsa yang menyerahkan masalah-masalah (kenegaraan dan kemasyarakatan) kepada perempuan tidak akan sejahtera/sukses. Bagaimana mungkin akan sukses jika orang yang memimpin itu adalah orang yang sama sekali tidak dihargai oleh masyarakat yang dipimpinnya? Salah satu syarat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah kewibawaan, sedang perempuan pada saat itu sama sekali tidak memiliki kewibawaan untuk menjadi pemimpin. Andaikata seorang perempuan telah memiliki kualifikasi dan sangat dihormati oleh masyarakat, sangat mungkin Nabi yang sangat bijaksana akan menyatakan kebolehan kepemimpinan politik perempuan.
baca juga : http://naghaz-xavien.blogspot.com/2012/12/siapa-bilang-perempuan-tidk-boleh-jadi.html
Andaikata seorang perempuan telah memiliki kualifikasi dan sangat dihormati oleh masyarakat, sangat mungkin Nabi yang sangat bijaksana akan menyatakan kebolehan kepemimpinan politik perempuan.??
BalasHapushahahaha...... seandainya betul, tentu Rasululloh juga akan menjelaskannya dan tdk ada yg disembunyikan utk kebaikan umat Islam. bahkan di Al-Qur'an sendiri tdk ada yg menyatakan wanita layak jd pemimpin atas laki2
Iya sudah semestinya Perumpuan menjadi perhiasan dunia yang menghiasi dunia..
BalasHapus