Kamis, 10 Agustus 2017

Diplomasi Ekonomi Indian Ocean Rim Association (IORA)



IORA adalah kekuatan geopolitik dan geoekonomi yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal. Kawasan ini adalah masa depan ekonomi dunia. Saat ini menjadi momentum yang tepat mengingat pertumbuhan ekonomi beberapa negara anggota IORA terbilang tinggi. Peningkatan aktivitas perdagangan dan investasi IORA juga dapat semakin mendorong pertumbuhan ekonomi yang adil dan berkelanjutan, serta menciptakan lapangan kerja baru.
Asosiasi Negara Lingkar Samudera Hindia/Indian Ocean Rim Association (IORA) berdiri secara resmi pada 6-7 Maret 1997. Pada awalnya, organisasi ini bernama "Indian Ocean Rim Association for Regional Cooperation" (IOR-ARC). Tetapi pada Pertemuan Tingkat Menteri ke-13 di Perth, Australia, nama IOR-ARC diubah menjadi IORA untuk meningkatkan kesadaran publik bahwa forum ini adalah pemersatu negara-negara Samudera Hindia sebagai satu kawasan.
Bagi Indonesia, IORA sangat strategis dan sejalan dengan strategi diversifikasi pasar tujuan ekspor. IORA memiliki peran yang sangat strategis sebagai forum pendorong stabilitas kawasan dan IORA merupakan masa depan ekonomi di dunia. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan mengoptimalkan pertemuan ini untuk melakukan ekspansi atau pendalaman terhadap pasar-pasar baru yang potensial.
Adapun ke-21 negara tersebut adalah Australia, Afrika Selatan, Bangladesh, Komoros, India, Indonesia, Iran, Kenya, Madagaskar, Malaysia, Mauritius, Mozambik, Oman, Seychelles, Singapura, Somalia, Sri Lanka, Tanzania, Thailand, Uni Emirat Arab (UEA), dan Yaman. Selain itu, terdapat tujuh negara mitra yakni AS, Inggris, Jepang, Jerman, Mesir, China, dan Prancis.
IORA merupakan forum kerja sama antarnegara terbesar di Samudera Hindia yang berdiri pada tahun 1997. Empat negara anggota IORA (Afrika Selatan, Australia, India, dan Indonesia) serta 6 negara mitra IORA (AS, RRT, Jerman, Inggris, Jepang dan Perancis) merupakan anggota G20. IORA Summit 2017 diselenggarakan pada 5-7 Maret 2017 di Jakarta dengan agenda IORA Business Summit (IBS). Mempertemukan 300 CEO, pebisnis, perwakilan kamar dagang dari berbagai negara, dan perwakilan negara-negara anggota serta negara mitra.

Pengembangan Pasar Non-Tradisional
Bagi kebanyakan masyarakat nama IORA memang kurang begitu dikenal dibanding misalnya organisasi kerjasama ekonomi regional di kawasan Asia Pasifik (APEC) atau Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Salah satunya Pasar Afrika di Mesir Afsel Mozambique – sebagai pasar non tradisional Pemri menerapkan kebijakan eksplorasi kerjasama ekonomi. Perlu mengoptimalkan instrument Exim Bank, KADIN, dan BUMN Industri Strategis serta menggunakan skema pendanaan (Financial Scheme). salah satu langkah yang perlu dijalankan Indonesia adalah pembangunan infrasruktur dan konektivias maritim, termasuk dalam pengembangan industri perkapalan dan maritime.
Mayoritas merupakan pasar non-tradisional, dapat dilakukan melalui kerangka kerja sama bilateral supply chain. Menginisiasi pelaksanaan business matching dengan negara-negara IORA serta mengoptimalkan peran Kedutaan Besar Republik Indonesia dalam mempromosikan kemampuan industri dalam negeri dan potensi pasar bagi kedua belah pihak.
Peningkatan kerja sama seperti pelatihan dalam membangun kapasitas industri, telah dilakukan dengan Mozambik dan Seychelles di sektor industri kecil dan menengah. Selain itu, negara-negara di wilayah itu memproduksi sekitar 1/3 produksi tuna dunia dan menyimpan berbagai cadangan mineral yang bernilai ekonomi tinggi.
Apalagi dengan adanya kebijakan mewujudkan visi sebagai poros maritim dunia. Indonesia tengah berupaya menjadi negara yang berpengaruh baik secara ekonomi maupun politik di antara dua samudra, yakni samudra Hindia dan Pasifik. Misalnya, Indonesia akan menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan.
Indonesia akan menjajaki peluang kerja sama diantaranya sektor industri perkapalan dan peralatannya, pengolahan hasil laut, komponen otomotif, petrokimia dan gasifikasi batubara, serta produk hilir agro dengan IORA.

Kerja Sama Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Perdagangan
Negara-negara di kawasan Samudera Hindia dinilai potensial sebagai negara tujuan ekspor non tradisional bagi Indonesia, yang tahun ini menargetkan pertumbuhan ekspor sebesar 5,6%. Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengatakan negara-negara yang tergabung dalam Indian Ocean Rim Association (IORA), yaitu yang berbatasan dengan Samudera Hindia, memiliki angka perdagangan intra-regional sebesar US$777 miliar pada 2015. Namun, sekitar 96% di antaranya dikuasai enam negara yakni Singapura, Malaysia, India, Indonesia, Australia, dan Afrika Selatan.
Selain itu, kontribusi terhadap PDB dunia baru 10%, pangsa pasar globalnya baru 12%, dan porsi penanaman modal asing (PMA) baru 13%. Padahal, dari 21 negara yang tergabung dengan IORA, jumlah penduduknya mencapai 35% dari total penduduk dunia. Samudera Hindia juga dilewati oleh 70% jalur perdagangan dunia, termasuk jalur distribusi minyak dan gas.
Pertemuan tingkat puncak ini adalah inisiatif dalam kekektuaan Indonesia dalam IORA periode 2015-2017. Ini membuktikan bahwa Indonesia menjalankan kepercayaan dari negara-negara di dunia untuk menggelar ajang penting dan memberikan kontribusi bagi kerja sama ekonomi negara-negara di kawasan ini.
Indonesia berpeluang membangun kemitraan lebih erat dengan anggota IORA sebagai growing partners dan pasar ekspor nontradisional berbekal daya saing Indonesia pada peringkat 41 dunia. Contohnya, potensi ekspor di pasar Afrika mencapai USD 550 miliar pada 2016, namun realisasi ekspor Indonesia baru mencapai USD 4,2 miliar. Demikian juga potensi ekspor ke pasar Timur Tengah yang mencapai USD 975 miliar, namun baru terealisasi USD 5 miliar.

Peluang Indonesia di Mata Afrika
Indonesia yang sejak 1955 memiliki andil dalam sejarah melawan kolonialisme dan telah memberikan dorongan bagi kemerdekaan negara-negara Afrika, dan bahkan beberapa kali Jakarta menyelenggarakan peringatan Konferensi Asia Afrika dan tentunya menelan anggaran yang sangat mahal. Kenyataannya Jakarta belum mampu memanfaatkan potensi ekonomi yang dimiliki Afrika dalam bentuk kerja sama ekonomi yang menjanjikan itu.
Indonesia diproyeksikan akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-4 di dunia pada tahun 2040, PDB Afrika pun diprediksi akan melampaui 2,5 triliun dolar AS pada tahun 2020. Di samping itu terdapat modalitas yang signifikan bagi hubungan kedua pihak, antara lain kedekatan sosial-budaya, solidaritas anti-kolonialisme, dan adanya tantangan bersama bagi Indonesia dan Afrika.
Langkah konkrit yag dilakukan Pemerintah Presiden Jokowi dengan kunjungan awal Menlu Retno Marsudi ke tiga negara Afrika (Afrika Selatan, Mozambik dan Mesir) pada 7-8 Februari lalu merupakan upaya konkrit yag perlu diapresiasi.
Terbukti pada saat krisis ekonomi melanda dunia sejak beberapa tahun lalu, yang ditandai dengan berkurangnya permintaan atas barang produksi Indonesia, lemahnya nilai komoditas primer ekspor RI dan lemahnya daya beli negara-negara pengimpor produk RI, serta ekspor RI ke negara tujuan ekspor tradisional menurun, ternyata ekspor RI ke negara-negara Afrika malah menunjukkan angka kenaikan.
Fasilitasi ini penting karena keinginan para pengusaha Indonesia untuk menembus pasar non tradisional seperti ini masih rendah. Mereka cenderung untuk berdagang dengan negara yang jelas terjamin aman, jelas keuntungannya dan tanpa harus keluar keringat untuk mengurus semua proses ekspor yang masih berbelit.
Fakta lain yang harus dicermati adalah bahwa ekspor RI ke negara-negara Afrika sebagian besar melalui pihak ketiga, misalnya via Dubai dengan memanfaatkan kawasana free zone dan kelengkapan fasilitas modern yang dimiliki negara itu.
Menurut Sujatmiko, dengan fakta itu maka nilai ekspor RI biasanya tidak dihitung sebagai dari Indonesia, padahal Uni Emirat Arab hanya me-re ekspor saja. Artinya jika nilai total ekspor RI dihitung, maka sudah dipastikan bahwa nilai ekspor RI ke Afrika akan lebih tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar