Selasa, 24 Desember 2013

Pertama kali Mengenal Gus Dur
Maluana Ghazali[1]
Sebagai seorang laki-laki yang dilahirkan di kota Cirebon. Di kampung halaman saya dibesarkan dalam kehidupan tradisi santri. Ibu saya memondokan anak-anaknya di pesantren, baik laki-laki maupun perempuan. Hingga suatu saat saya iri ingin mondok melihat kedua kakak perempuan saya mondok. Pernah terbesit waktu kecil saya inginbercita-cita jadi seorang Kiai. Terlihat wibawa dan kharisma melihat Kiai kampong dan kealimannya. Jadi saya memaksa ibuku untuk dipondokkan secara cepat.
Singkat cerita akhirnya saya pun mondok ketika duduk dibangku kelas tiga SD di Kota Pekalongan. Sempat kecewa ternyata saya dititipkan di panti asuhan, tapi dengan sistem seperti pesantren karena tidak ada tempat pesantren untuk umur yang masih kecil saat itu. Awal yang sangat menyenangkan hingga tiba suatu saat Ustadz yang disiplin dalam hafalan hadits itu dikeluarkan oleh Yayasan. Saya merasa bukan lagi tinggal dipondokkan tapi hanya tinggal di sebuah yayasan yang tidak lagi seketat pesantren. Setelah saya duduk dibangku SMP saya ingin pindah pondokkan tapi dari pihak Yayasan menahan saya, dengan alasan yang tidak jelas. Tapi dari pengasuh pihak yayasan lain memberi kesempatan saya untuk jadi santri kalong saja di tempat pondokkan kakak saya.
Semua berjalan sepertia biasa, yang mana saya belum mengenal sama sekali tentang Gus Dur. Padahal saya dibesarkan dalam lingkungan tradisi nahdiyin dan habaib waktu di Pekalongan. Hingga disaat saya duduk di kelas dua IPS SMAN 1 SMA favourite Pekalongan itu mengadakan diskusi pelajaran sosiologi mengenai permasalahan soasial dan kebijakan pemerintah
Hingga akhirnya menyangkut kebijakan Gus Dur, yang saat itu saya belum mengenal siapa Gus Dur. Adapun bila saya mendengar namanya saya tidak terlalu ngeh hanya selintas saja. Dalam diskusi kebijakan UU pornografi dan porno aksi saya yang dahulunya menganut nilai-nilai mayoritas haruslah yang mendominasi minoritas. Nilai itu tentu saja tidak sepaham dengan pemikiran Gus Dur, karena saya sedikit dapat pengaruh dari yayasan tersebut.
Lain tema dalam diskusi yang mana saya jadi simpatisan Gus Dur secara tidak langsung saya membela Gus Dur mengenai kebijakan tersebut. Kubu kontra mengatakan bahwa Gus Dur habisin anggaran negara, suka jalan-jalan keluar negeri. Disaat itu saya angkat tangan tidak bisa menjelaskan, tapi diskusi tersebut saya katakan dengan pemikiran positivism bahwa Gus Dur pergi ke banyak luar negeri tentu punya maksud dan tujuan baik sebagai seorang president yang ingin bangun Republik Indonesia.
Setelah diskusi itu selesai dilain pertemuan, Guru SMA saya menjelaskan semua jawaban yang belum terjawab mengenai permasalahan sosial tersebut. Hingga menjawab kebijakan Gus Dur yang penuh kontraversi, Guru itu bilang ia dapat informasi dari orang-orang terdekat Gus Dur yang menjelaskan secara terperinci dibalik siasat Gus Dur yang tidak harus diketahui banyak orang saat itu.
Mulai saat itulah saya mengenal Gus Dur meskipun dalam perkenalan yang begitu singkat mengenai kebijakan Gus Dur. Ketika itu, kondisi Indonesia pada tahun 1998-1999 dalam keadaan krisis moneter yang sangat akut. Guru saya memprediksi bahwa pada saat itu akan tamat riwayat yang namanya negara Indonesia. Negara Indonesia hanya akan menjadi dongeng buat anak cucu kita.
Saat itu Indonesia tidak hanya dilanda penyakit politik saja tapi juga penyakit sosial, ekonomi, budaya yang menular bagaikan virus yang mematikan, kata Guru saya. Hal itu dibuktikan saat pemerintahan Presiden BJ Habibi yang mana Timor Timur akhirnya lepas dari NKRI. Tak lama kemudian Gus Dur memegang jabatan sebagai Presiden Indonesia yang diperkirakan Indonesia akan terpecah-pecah itu tidak terjadi di masa kepemimpinannya.
Ternyata dibalik berpergiannya itu Gus Dur mengunjungi negara dengan paham-paham ideologi yang sangat berbeda. Mulai dari ideologi komunis pergi ke negara China, ideologi liberal pergi ke Amerika, ideologi monarki kerajaan pergi ke banyak negara Eropa hingga ideologi wahabi pergi ke Arab Saudi, bahkan negara Israil dikunjungi. Anggran perjalanan ke berbagai yang sebesar itu tiada artinya dan akan lebih penting anggaran sebesar itu untuk menjaga keutuhan suatu bangsa yang bernama NKRI. Bahwa NKRI itu harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi kata Gus Dur.
Di banyak negara Gus Dur menjalankan siasat politiknya yang terkenal cerdas tersbut untuk melunasi semua hutang negara. Terbukti di massa kepemimpinannya NKRI menjadi sejahtera kembali rupiah yang tadinya sekitar belasan ribu rupiah per dolar menjadi turun hingga Rp. 4.500 per dolar kata Guru Saya. Papua, Maluku, Aceh dan daerah lainnya yang akan memisahkan diri dari NKRI kini masih tetap dalam kawasan satu kesatuan NKRI. Negara ini adalah negara yang besar dan kuat bila kita semua bersatu yang harus dipertahankan, kata Gus Dur.
Kemudian guru saya juga menjelaskan tentang kasus-kasus yang mengenai kontroversial Gus Dur disaat dijatuhkan dari jabatan presiden mengenai kasus bulog. Hingga pembelaanya terhadap Inul dengan goyangannya bahwa ada sisi lain bagaimana menyikapi permasalahan sosial dengan cara yang baik. Mulai saat itulah saya percaya bahwa Gus Dur adalah orang yang sangat bijak dibalik kontroversialnya yang menumbuhkan rasa cinta saya pada NKRI sekaligus sebagai seorang muslim sejati.
Meskipun saya terkagum-kagum dengan sosok Gus Dur ini saya tidak dapat berjumpa secara langsung dengan Gus Dur. Hanya saat itu saja saya akhirnya saya mengenal Gus Dur dan ingin mengenal lebih dalam tentang Gus Dur. Suatu saat saya pernah berpikir bahwa saya akan bertemu dengannya. Tapi apa yang terjadi, tiba kabar berita duka pada tahun 2009 dalam siaran televisi memberitakan kepergian president Gus Dur. Saat itulah ada rasa sedikit syok di hati meskipun saya baru kenal Gus Dur yang hanya dalam ruangan kelas SMA.
Hingga akhirnya saya kuliah sampai sekarang, secara tidak langsung dalam proses perjalanan kuliah ternyata, saya diarahkan untuk mengenal Gus Dur. Mulai dari program Sanlat Sukses Masuk PTN di Semarang, hingga masuk perguruan tinggi negeri favourit dimana yayasan saya tidak menduganya. Di PTN favourit itu berkat saran panitia Sanlat hati-hati masuk organisasi Islam, akhirnya saya masuk PMII saja berkat saran panitia yang juga taat sama Kiai. Ternyata di PMII inilah saya akhirnya mengenal dan membuka cakrawala pikiran saya mengenai pemikiran, lingkungan, dan kehidupan Gus Dur lebih dalam. Proses hidup untuk mengetahui Gus Dur terjadi begitu saja secara alami tanpa ada paksaan bahwa kamu harus mengenal Gus Dur.



[1] Mahasiswa Universitas Indonesia angkatan 2011